Menikmati Usia Senja Tanpa Osteoporosis

Jika konsumsi kalsium Anda kurang, merokok dan sering minum alkohol, jarang berolahraga dan jarang terpapar matahari, apalagi bila tinggi badan Anda menjadi berkurang, maka waspadalah. Bisa jadi Anda terkena osteoporosis.

Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai oleh berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang. Hal itu berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang.

Penyakit osteoporosis ini sering disebut sebagai silent disease sebab tidak menunjukkan gejala klinis. Seolah-olah seseorang yang terkena osteoporosis sifatnya mendadak dan bisa berujung pada kematian.


Karena osteoporosis ini sangat berbahaya, terutama pada mereka yang berusia senja, maka koreografer dan penari Jawa klasik, Retno Maruti—yang kini berusia 60 tahun—sangat memerhatikan asupan kalsium yang dikonsumsinya dan tetap beraktivitas rutin. "Kesehatan tulang sangat penting, terutama terkait dengan kebebasan fisik untuk bergerak," kata Retno Maruti, yang menjadi duta osteoporosis Indonesia untuk International Osteoporosis Foundation (IOF) sejak 2003.

Di Indonesia, banyak orang yang sudah berusia senja kini tidak mampu bergerak bahkan beraktivitas banyak. Malah ada yang sudah bungkuk, membawa tongkat atau hanya bisa duduk di kursi roda lantaran didera osteoporosis. Alhasil, karena osteoporosis, fisik mereka terbelenggu.

Kenyataan inilah yang menggugah kesadaran Retno Maruti untuk menjaga pola makan dan gaya hidupnya. Ia berupaya mengonsumsi makanan sehat, termasuk susu sesuai kebutuhannya, serta tetap mengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan terus berlatih menari.

"Kalau kecapaian, salah bergerak, sehingga membuat otot sakit, itu pernah saya alami. Tetapi saya tidak memforsir diri dan selalu melakukan pemanasan atau mempersiapkan otot sebelum menari," katanya.

Retno Maruti sadar betul betapa berbahayanya osteoporosis dan pentingnya hidup sehat untuk melawan osteoporosis. Karena itu, tambahnya, "Kita semua perlu mengonsumsi susu, makanan sehat, dan olahraga yang teratur. Yang terpenting adalah mengatur keseimbangan hidup."

Didahului osteoponia

Sebelum terjadi osteoporosis, penderita terlebih dahulu mengalami osteoponia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai keadaan.

Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan PT Fonterra Brands Indonesia (2005) ditemukan bahwa prevalensi osteoponia mencapai 41,8 persen dan 10,3 persen menderita osteoporosis. Artinya, dua dari lima penduduk Indonesia memiliki risiko terkena osteoporosis.

Penelitian tersebut dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Penelitian itu melibatkan sampel hingga 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan).

Cara pengumpulan data adalah dengan pemeriksaan densitas massa tulang, parameter untuk mengukur kepadatan tulang, dan dilakukan dengan menggunakan alat "Sahara Clinical Bone Sonometer".

Dari penelitian itu didapat data bahwa prevalensi osteoporosis pada umur kurang dari 55 tahun lebih tinggi pada laki-laki, tetapi setelah umur di atas 55 tahun ternyata prevalensi osteoporosis lebih tinggi pada perempuan. Bahkan pada usianya prevalensi pada perempuan dua kali lebih besar daripada laki-laki.

Hal ini kemungkinan disebabkan gaya hidup yang menghambat penyerapan kalsium, misalnya merokok dan mengonsumsi alkohol. Sementara itu, kenaikan pada perempuan di atas 55 tahun kemungkinan besar disebabkan hormon estrogen yang sudah menurun saat menopause.

Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan I Nyoman Kandun, ada faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yakni usia (populasi kenaikan usia lanjut Indonesia 9,77-11,34 persen per tahun, tahun 2005 mencapai 18,4 juta jiwa), jender, genetik, dan ras. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah immobilitas, postur tubuh kurus, kebiasaan merokok, alkohol, minuman karbonat, kafein, asupan gizi rendah, kurang pajanan sinar matahari, penggunaan obat dalam waktu lama (kortikosteroid, sitostatika, antikejang, antikoagulan/heparin, warfarin), dan lingkungan.

Lebih baik mencegah

Saat acara peringatan Hari Osteoporosis Sedunia di Dubai, 21 Oktober 2007, Chief Executive Officer IOF Daniel Navid menyatakan, osteoporosis memerlukan perhatian serius dari pemerintah di semua negara, termasuk Indonesia. Masyarakat harus diberi pendidikan akan pentingnya nutrisi, juga harus ada akses pengobatan bagi warga masyarakat.

"Jika tidak memberi perhatian pada bahaya osteoporosis, pemerintah akan mengeluarkan lebih banyak untuk mengatasi dampaknya. Oleh karena itu, lebih baik kita mencegah osteoporosis," kata Daniel Navid.

Menurut Daniel Navid, jika tulang punggung telah mengalami osteoporosis dan tidak mendapatkan pengobatan, orang tersebut akan menjadi lemah secara fisik. Secara psikologis mereka pun kehilangan harapan dan merasa tidak berguna.

Pradeep Pant, Regional Managing Director Fonterra, mengemukakan fakta bahwa satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki di atas 50 tahun di dunia terkena osteoporosis. "Ada tiga poin yang kini harus kita lakukan, yaitu membuat pemerintah peduli pada bahaya osteoporosis; membuat masyarakat peduli osteoporosis; dan sekaligus mengenali bahaya osteoporosis," kata Pradeep Pant.

Kini, jika kita telah peduli pada kesehatan tulang, sebaiknya mulai rutin mengonsumsi kalsium. Yang menyedihkan adalah fakta bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi kalsium masih sangat rendah: 254 mg per hari. Padahal, menurut standar internasional, kalsium yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 1.000-1.200 mg per hari.

Selain dari susu, kalsium bisa diperoleh dari makanan sehari-hari seperti keju, yoghurt, teri kering, rebon, teri segar, sarden kaleng, daun pepaya, bayam, sawi, brokoli, kacang panjang, susu kedelai, tempe dan tahu, dan serealia seperti jali dan havermut.

Jika ongkos pengobatan atau dampak osteoporosis ternyata mahal harganya, kenapa tidak kita mulai perbanyak konsumsi kalsium yang harganya tidak seberapa dan ada di sekitar kita? Mari menikmati usia senja tanpa osteoporosis....


Sumber:
Kompas
Penulis: Elok Dyah Messwati, dalam :
http://202.146.5.33/ver1/Kesehatan/0711/02/110525.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan dan pastikan komentar anda bukan spam. Komentar spam akan dihapus.